topbella

FILSAFAT

FILSAFAT EKSISTENSIALISME

I.    Pendahuluan
Pada awal abad ke-6 filsafat terhenti untuk waktu yang lama. Segala perkembangan ilmu pada waktu itu terhambat. Hal ini disebabkan karena pada abad ke-6 dan ke-7 adalah abad-abad yang kacau. Baru dibawah pemerintahan Karel Agung (742-814) yang memerintah pada awal abad pertengahan di Eropa mulai ada ketenangan dibidang politik. Pada waktu itulah hidup berbudaya mulai bangkit dan bangkit pulalah ilmu pengetahuan dan kesenian. Begitu juga dengan halnya filsafat.
Filsafat pada abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan arah pemikiran dunia kuno. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru sekali ditengah-tengah suatu rumpun bangsa yang baru yaitu bangsa Eropa Barat. Filsafat baru ini disebut Skolastik. Akan tetapi disini tidak akan dibahas tentang skolastik, tetapi akan dibahas tentang filsafat eksistensialisme yang telah berkembang pesat setelah berakhirnya perang dunia II, dimana tema pokok eksistensialisme telah dikerjakan oleh seorang penulis Denmark yaitu Soren Kierkegard pada pertengahan abad 20 (sebelum Perang Dunia I).

II.    Permasalahan
Sesuai dengan judul makalah kami, dalam bab ini akan dibahas tentang filsafat eksistensialisme yang meliputi tokoh-tokohnya beserta pemikirannya.
Selain itu juga akan sedikit disinggung tentang sejarah perkembangan filsafat eksistensialisme. Disini banyak sekali tokoh-tokoh dari filsafat eksistensialisme itu sendiri. Akan tetapi kami tidak akan membahas semuanya, karena keterbatasan pemahaman kami dan refrensi yang kami dapat.

III.    Pembahasan
A.    Lahirnya Eksistensialisme
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji.
Sifat materialisme ternyata merupakan pendorong lahirnya eksistensialisme. Yang dimaksud dengan eksistensi ialah cara orang berada didunia. Kata berada pada manusia tidak sama dengan beradanya pohon atau batu. Untuk menjelaskan arti kata berada bagi manusia, aliran eksistensialisme mula-mula menghantam materialisme.
Eksistensialisme juga lahir sebagai reaksi terhadap idealisme. Materialisme dan Idealisme adalah dua pandangan filsafat tentang hakikat yang ekstrem. Kedua-duanya berisi benih-benih kebenaran, tetapi kedua-duanya juga salah. Eksistensialisme ingin mencari jalan keluar dari kedua ekstreminitas itu.
Materialisme memandang kejasmanian (materi) sebagai keseluruhan manusia, padahal itu hanya aspek manusia. Materialisme menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa menjadi subjek. Manusia berpikir, berkesadaran, inilah yang tidak disadari oleh materialisme. Akan tetapi, sebaliknya aspek ini (berfikir, berkesadaran) dilebih-lebihkan oleh idealism sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.

B.    Sejarah Perkembangan Eksistensialisme
Kata eksistensialisme berasal dari kata eks : keluar dan sistensi/sisto : berdiri, menempatkan.
Secara umum berarti : manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaanya ditentukan oleh akunya.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
Sebenarnya eksistensialisme adalah suatu aliran filsafat yang bersifat teknis, yang terjelma dalam bermacam-macam system yang satu berada dengan yang lain. Sekalipun dengan ciri-ciri yang sama, yang menjadikan system-sistem itu dapat dicap sebagai filsafat eksistensialisme.
Pelopor filsafat eksistensialisme diantaranya adalah
-    Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855)
-    Friedrich Mietzsche (1844-1900)
-    Karl Jaspers (1883-1969)
-    Martin Heidegger (1889-1976)
-    Gabriel Marcel (1889-1973)
-    M. Merleau-Ponty (1908-1961)
-    Jean Paul Sartre (1905-1980)
Paling sedikit ada 4 pmikiran yang jelas dapat disebut filsafat eksistensialisme yaitu pemikiran Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Karl Jaspers, dan Gabriel Marcel.
Beberapa ciri yang dimiliki bersama diantaranya adalah sebagai berikut :
1.    Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi yaitu cara manusia berada manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia berada. Oleh karena itu bersifat humanitie.
2.    Bereksistensi harus diartikan secara dinamis.
3.    Di dalam filsafat eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka.
4.    Eksistensialisme member tekanan kepada pengalaman yang kongkrit, pengalaman yang eksistensial.
Aliran eksistensialisme kemudian terbagi menjadi dua cabang yaitu eksistensialisme sosial dan eksistensialisme kritis.
Eksistensialisme Sosial berangkat dari pemikiran bahwa eksistensi ditemukan melalui kritis dalam suatu kelompok masyarakat. Eksistensialisme yang kedua adalah eksistensialisme kritis. Eksistensialisme Kritis terbagi lagi dalam tiga cabang eksistensialisme.
a.    Teologi Dialektis
Kritis dipandang sebagai keberhasilan agama mencari melalui kebingungan akal.
b.    Eksistensialisme Kantian
Dengan tokoh utamanya Karl Jaspers. Poros pemikirannya adalah adaptasi modern pada teori krisis Kierkegaard.
c.    Eksistensialisme Fenomenologis
Tokoh utamanya Martin Heidegger, Jean Paul Sartre dan Maurice Merleau Ponty. Persoalan eksistensi dan hubungannya dengan esensi merupakan satu aspek dan satu aspek terluas tentang yang ada.
        Sifat-sifat umum bagi penganut yang dinamai orang eksistensialisme itu :
1.    Orang menyuguhkan dirinya (eksistere) dalam kesungguhan yang tertentu.
2.    Orang harus berhubungan dengan dunia.
3.    Orang merupakan kesatuan sebelum ada perpisahan antara jiwa dan badannya.
4.    Orang berhubungan dengan ada.

C.    Tokoh dan Pemikirannya
a.    Soren Kierkegaard
Dianggap sebagai bapak eksistensialisme. Berasal dari Denmark. Bagi Soren eksistensi berarti : kepenuhan ada, dimana individu karena persetujuannya dan kemauannya yang merdeka, yaitu karena sikapnya terhadap manusia dan barang lain. Menjadikan dirinya subjek yang konkrit yang ada pada tiap-tiap saat. Ia berpendapat demikian karena menurut dia kebenaran itu tidaklah terdapat pada suatu sistem yang umum melainkan ada yang konkrit.
Beberapa point penting dalam filsafatnya :
1.    Individu tidak ditempatkan dihadapan ketiadaan, melainkan dihadapan Tuhan.
2.    Hegelianisme sebagai ancaman besar untuk individu, untuk manusia selaku pesona.
3.    Kierkegaard mencari kebenaran yang konkrit serta eksistensial, suatu pengetahuan yang dihayati.
4.    Yang harus dipersoalkan, terutama subjektivitas dari kebenaran, yaitu bagaimana kebenaran dapat menjelma dalam kehidupan individu.
5.    Membedakan manusia dalam stadium estetis, etis dan religius.

b.    Martin Heirdegger
Eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein. Da berarti disana, sein berarti berada.
Menurut Heidegger persoalan tentang “berada” ini hanya dapat dijawab melalui ontologi artinya jika kalau persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya dalam hubungan itu. Guna menemukan arti berada itu manusia.
c.    Jean Paul Sartre
Memaknai eksistensialisme sebagai suatu ajaran yang menyebabkan hidup manusia menjadi mungkin. Selain itu, eksistensialisme juga merupakan suatu ajaran yang mengafirmasi bahwa setiap kebenaran dan setiap tindakan itu mengandung sebuah lingkungan dan suatu subjektivitas manusia.
Definisi yang paling terkenal yang dirumuskan oleh Sartre tentang eksistensialisme adalah bahwa eksisitensi itu (hadir) mendahului esensi.
d.    Karl Jaspers
Menurut Jaspers ada 3 cara untuk mendekati “ada” sebagai “yang merangkumi” itu.
Pertama-tama kita dapat mendekatinya dengan berpangkal dari diri kita sebagai dasein, sebagai pengada yang berada ditengah-tengah segala pengada yang lain. Cara kedua untuk mendekati “ada” sebagai “yang merangkumi” telah berpangkal dari dunia. Cara yang ketiga untuk mendekati “ada” sebagai “yang merangkumi” ialah mendekatinya melalui hubungan, yang menghubungkan segala cara yang dipakai “yang merangkumi” untuk menampakkan diri.
Filsafat eksistensialisme mengambil keuntungan dari kegagalan ilmu yang objektif. Hanya ada 2 jalan untuk mengatasi krisis yaitu kembali kepada kewibawaan luar yaitu iman kepercayaan seperti yang terdapat di dalam agama/mengusahakan adanya pengertian filsafat (Der philosohische glaube).

IV.     Kesimpulan
Dari uraian-uraian diatas kita tahu bahwa filsafat eksistensialisme itu lahir dari reaksi terhadap materialism dan idealism. Filsafat ini memuat pandangan-pandangan yang bagus terutama pada pemikiran Sartre, akan tetapi pemikirannya ini bentrokan dengan realitas, dimana ujung-ujungnya, akar atau dasar filsafat ini ternyata tidak dapat bertahan dari berbagai kritik. Meskipun begitu isme ini termasuk isme yang membuat guncangan yang hebat.

V.    Penutup
Demikianlah makalah ini kami buat, tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami hanya manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan. Sebagai pemakalah meminta saran dan dukungan untuk kebaikan kita bersama, terutama bagi pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dikalangan mahasiswa. Amiin Yaarabbal Aalamiin.

DAFTAR PUSTAKA

•    Dr. Harun, Hadiwijono. Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, Yogyakarta :1996.
•    Dr. M.Solihin, M.Ag. Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik hingga Modern, Pustaka Setia, Bandung:2007.
•    Prof.DR.Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung:2005.
•    Prof. I.R.Poedjawijatna, Pembimbing Kearah Alam Filsafat, Pustaka Sarjana, Jakarta.



Share/Bookmark

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih untuk komentarnya baik itu saran, kritik, anjuran dan nasehat dari anda...

Foto saya
Cute abiez, baik hati dan suka menabung, cerewet, Chuby....easy going.